oleh : Retha Lede
Kebanyakan orang selalu berpendapat bahwa adanya hubungan antara guru dan siswa di mana guru mentransfer ilmu pengetahuan kepada peserta didiknya. Jika mengajar dipahami sebagai kegiatan mentransfer ilmu kepada siswa, maka mengajar hanya terbatas pada penyampaian ilmu saja. Guru di pihak pertama menyampaikan ilmu dan siswa di pihak kedua sebagai penerima secara pasif. Namun mengajar dimaknai sebagai segala upaya yang dilakukan dengan sengaja untuk menciptakan proses belajar pada siswa dan mencapai tujuan yang sdah dirumuskan, maka jelas bahwa yang menjadi sasaran akhir dari proses pengajaran itu ialah siswa belajar, yang artinya, siswa belajar secara aktif dan yang mendominasi di kelas adalah siswa.
Maka kita sebagai guru harus berusaha menciptakan dan mendesain proses belajar pada siswa agar tercipta pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif, efektif dan menyenangkan. Jadi yang terpenting dalam belajar mengajar bukan hanya guru yang menyampaikan, tetapi proses siswa dalam mempelajari bahan tersebut (guru lebih menghargai hasil daripada proses).
Daoed Yoesoef (1980) menyatakan bahwa seorang guru mempunyai tiga tugas pokok yaitu tugas profesional,tugas manusiawi dan tugas kemasyarakatan. Ketiga tugas ini jika dipandang dari segi anak didik maka guru harus memberikan nilai-nilai yang berisikan pengetahuan masa lalu, masa sekarang dan masa depan, pilihan nilai hidup dan praktek-praktek komunikasi.
Kondisi pendidikan di Rote Ndao sangatlah beragam, baik dilihat dari kondisi fisik seperti gedung sekolah dan sarana pra sarana penunjang kegiatan belajar mengajar maupun kondisi non fisik seperti tenaga pengajar media serta dukungan orang tua. Di beberapa sekolah terdapat kecenderungan kesulitan membaca dan menulis pada sebagian kecil anak-anak. Namun hal ini masih memiliki potensi untuk diselesaikan baik dengan meningkatkan pendidikan dalam rumah tangga dengan pendamping orang tua maupun peningkatan metode mengajar baca dan tulis oleh guru-guru sekolah.
Di sinilah peranan dan tugas guru sangat dibutuhkan dalam meningkatkan mutu pendidikan di Rote Ndao. Peranan guru bukan saja sebagai pendidik namun juga pemberi bantuan dan dorongan serta memberi pengawasan, pembinaan dan mendisiplinkan anak agar anak itu patuh terhadap aturan – aturan sekolah dan norma hidup dalam keluarga dan masyarakat.
Membentuk siswa yang berkarakter bukanlah suatu upaya yang mudah dan cepat. Dari sinilah motivasi saya sebagai seorang pendidik untuk berperan aktif dalam meningkatakan mutu pendidikan serta menjadikan anak yang kita didik dan bina itu menjadi anak yang takut akan Tuhan, yang penuh dengan kasih, berahklak baik serta berkarakter ilahi seperti mampu bekerja sama, disiplin, taat dan bertanggung jawab. Seperti yang dikatakan Dr. Martin Luther King, yakni kecerdasan yang berkarakter adalah tujuan akhir pendidikan yang sebenarnya.
Maka inilah kesempatan saya untuk berusaha agar dapat turut berkontribusi dalam mengubah anak-anak menjadi orang-orang yang lebih baik lagi, walaupun harus memulainya dari nol. SMAKr. ISRA ROTE NDAO akan menjadi sekolah yang melahirkan anak-anak yang berkarakter ilahi, mampu beradaptsai dengan semua kondisi di dalam maupun di luar sekolah, mempersiapkan seorang pemimpin yang melayani berlandaskan nilai-nilai kristiani, serta memiliki daya saing yang tinggi. Namun, di atas semuanya itu, memiliki karakter Kristus yang nyata dalam sikap, kata-kata, dan perbuatan-perbuatan mereka sehari-hari yang akan menjadi suatu budaya hidup yang baru yang dapat mereka tularkan ketika mereka telah selesai dibina dalam lingkup sekolah.
Dengan adanya sekolah ISRA ini sebagai sekolah Kristen yang berasrama, di mana mereka, para peserta didik, harus tinggal di dalam lingkungan sekolah selama kurang lebih tiga tahun, dan dibimbing dengan nilai-nilai yang yang berdasar pada kebenaran Firman Tuhan, maka kerinduan untuk menghasilkan suatu generasi yang memiliki gaya hidup yang sesuai dengan nilai-nilai Firman Tuhan adalah mungkin untuk dicapai. Namun ini tentu saja menuntut pengorbanan yang lebih dari para guru yang tinggal bersama dengan para peserta didik ini. Keteladanan hidup adalah suatu keharusan, tak dapat ditawar lagi. Ini merupakan pola didik yang diajarkan oleh Yesus sendiri kepada murid-murid-Nya yang bersama-sama dengan Dia setiap harinya, sehingga mereka melihat cara Ia menjalani hidupnya, meresponi masalah-masalah yang terjadi di sekeliling-Nya, dan keputusan-keputusan yang diambil-Nya. Inilah yang akan menjadi PR terbesar saya sebagai guru dan sesama rekan sekerja lainnya.