Oleh : Janrida Nahak Muti, S.Th.,S.Si
“Pendidikan bukanlah segala-galanya, namun segala-galanya berawal dari pendidikan”. Peribahasa ini menghantarkan saya pada sebuah perenungan panjang akan sebuah makna dari kata sederhana yang bernama “PENDIDIKAN”. Sesungguhnya Pendidikan bisa saja berawal dari sebelum seorang bayi dilah irkan seperti yang di lakukan oleh banyak orang dengan memperdengarkan alunan- alunan musik klasik maupun membacakan cerita-cerita menarik kepada bayi yang ada di dalam kandungan dengan sebuah harapan agar mereka bisa mengajar bayinya sebelum dilahirkan. Kamus besar Bahasa Indonesia menjelaskan bahsa kata pendidikan berasal dari kata “didik” dan mendapat imbuhan “pe” dan akhiran “an” maka kata ini mempunyai arti proses atau cara atau perbuatan mendidik. Demikian dapat disimpulkan bahwa pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tingkah laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan atau dengan kata lain pendidikan adalah pertolongan yang diberikan oleh orang dewasa kepada perkembangan anak untuk mencapai kedewasaannya dengan tujuan agar anak cukup cakap melaksanakan tugas hidupnya sendiri tanpa bantuan orang lain.
Daerah tercintaku bernama Nusa Tenggara Timur (NTT) yang menurut sejarah semula bernama Sunda kecil. Pada tahun 1954 dengan UU Darurat No. 9 tahun 1954 nama Sunda Kecil diganti dengan nama Nusa Tenggara, sebuah nama yang sangat indah yang diberikan oleh Mentri P dan K RI Prof. Mr. Moh Yamin (alm) dan untuk pertama kalinya nama ini di cetuskan pada tahun 1953 di Kupang. Saat ini ketika kita berbicara tentang NTT maka kita akan berbicara tentang predikat pahit yang disandang oleh NTT. Predikat yang tak seindah nama yang di berikan oleh seorang mantan mentri Pendidikan dan Kebudayaan. Sebagai Provinsi yang berbatasan langsung dengan benua Australia dan negara Timor Leste Provinsi NTT dipandang sebagai salah satu provinsi termiskin dan tertinggal. Menurut saya predikat ini diberikan karena salah satu penyebab kemiskinan ini terjadi karena kurangnya Sumber Daya Manusia dikarenakan kualitas pendidikan di NTT masih tergolong rendah jika di bandingkan dengan provinsi lain di Indonesia. ini dapat dilihat dari tingkat kelulusan SMA/SMK dua tahun belakangan ini dimana NTT termasuk daerah dengan tingkat kelulusan terendah Ujian Nasional tingkat SMA/MA/SMK. Sesungguhnya yang menjadi kendala utama kemerosotan kualitas pendidikan di NTT adalah kesiapan Sumber Daya Manusia (SDM) tenaga pendidik. Jika demikian maka apa yang harus diperbuat oleh anak negeri yang ada di bumi Flobamora ini?
Salah satu kabupaten yang berdekatan langsung dengan Kupang sebagai ibu kota Provinsi NTT adalah kabupaten Rote Ndao. Kabupaten ini terbentuk pada tanggal 2 Juli 2002 dengan jumlah penduduk 127.911 jiwa yang terdiri dari laki-laki 65.191 orang dan perempuan 62.720 orang dengan presentasi mata pencarian penduduk adalah petani (80%) dan sisanya berprofesi sebagai Nelayan, Pedagang, Pengrajin, PNS, TNI/Polri, Buruh dan profesi lainnya. Kabupaten yang memiliki nama lain “Nusa Lontar” ini merupakan salah satu kabupaten yang juga mendapatkan predikat kabupaten termiskin di mana presentasi kemiskinan di daerah ini mencapai angka 28,25 %. Angka kemiskinan yang cukup tinggi dan dari tahun ke tahun terus meningkat. Nama Nusa Lontar sendiri adalah sebuah nama yang indah yang menggambarkan akan kekayaan alam yang dimiliki oleh Kabupaten Rote Ndao, namun sangat di sayangkan kualitas Pendidikan di Rote Ndao tak seindah namanya.
Kualitas pendidikan di Rote Ndao saat ini sangat memprihatinkan, tidak dapat dipungkiri bahwa kenyataan yang ada menunjukkan adanya ketertinggalan didalam mutu pendidikan baik pendidikan formal maupun informal. Sesungguhnya pendidikan telah menjadi penyokong dalam meningkatkan sumber daya manusia dalam mendukung pembangunan yang ada di kabupaten Rote Ndao. Oleh karena itu, sudah seharusnya pendidikan mendapat perhatian khusus sehingga dapat meningkatkan sumber daya manusia (SDM) di bumi Nusa Lontar. Berdasarkan pengamatan saya faktor-faktor yang menyebabkan rendahnya kualitas pendidikan di Rote Ndao adalah masalah efektifitas, efisiensi dan standardisasi pengajaran. Selain itu rendahnya sarana fisik, rendahnya kualitas guru, rendahnya kesejahteraan guru, rendahnya prestasi siswa, rendahnya kesempatan pemerataan pendidikan, dan mahalnya biaya pendidikan juga menjadi penyebab utama rendahnya mutu pendidikan yang ada di Kabupaten Rote Ndao. Menjawab permasalahan yang ada maka besar harapan saya agar sekiranya pemerintah dan jajaran terkait memberikan perhatian khusus terhadap peningkatan kualitas pendidikan yang ada seperti menyediakan sarana dan prasarana yang memadai untuk mendukung peningkatan kualitas pendidikan saat ini.
Melihat akan kenyataan ini, sebagai anak yang terlahir dari rahim seorang ibu yang berasal dari pulau rote dan berasal dari keluarga sederhana saya terpanggil untuk hadir membantu meretas kebodohan dan mengejar ketertinggalan yang ada di bumi Nusa Lontar melalui dunia pendidikan. Panggilan hati nurani untuk menjadi seorang tenaga pendidik semakin kuat tatkala saya harus berjuang untuk mendapatkan pendidikan yang layak.
Menjadi guru bukanlah sebuah pekerjaan yang gampang. Guru adalah cermin keteladanan bagi anak didiknya. Itu sebabnya pantulan segala bentuk prestasi, kelebihan, kemampuan, kecerdasan, kebijaksanaan, kasih sayang dan segala bentuk pemahaman kepada anak didik dilakukan dengan penuh ketulusan dan kerendahan hati. Bagi saya menjadi seorang guru bukanlah sekedar pekerjaan tetapi menjadi guru adalah lebih dari sebuah pengabdian. Pengabdian kepada Kristus, pengabdian kepada masyarakat dan pengabdian kepada siswa yang membutuhkan bantuan dalam menggapai beragam ilmu pengetahuan. Bagi saya keberhasilan seorang guru bukanlah diukur pada jabatan dan uang tapi dari hasil pengabdian dan pengorbanannya.
Firman Tuhan dalam Amsal 22:6 berkata; “Didiklah orang muda menurut jalan yang patut baginya, maka pada masa tuanya pun ia tidak akan menyimpang dari pada jalan itu”. Anak muda membutuhkan ajaran dan ajaran tersebut didapatkan dari guru. Seorang guru dikatakan berhasil apabila ia mampu mendidik anak muda untuk belajar sepenuhnya dari kebenaran Firman Tuhan yang merupakan sumber dari segala ilmu pengetahuan. Keberhasilan seorang guru juga di tentukan dari tiga aspek kehidupan yang dapat dilihat dalam kehidupan sehari-hari dari peserta didiknya. Aspek yang dimaksud adalah: 1) Aspek afektif yang tercermin pada kualitas keimanan dan ketaqwaan, etika dan estetika, serta akhlak mulia dan budi pekerti yang luhur; 2) Aspek kognitif yang tercermin pada kapasitas pikir dan daya intelektualitas untuk menggali ilmu pengetahuan dan mengembangkan serta menguasai teknologi, dan 3) Aspek psikomotorik yang tercermin pada kemampuan mengembangkan ketrampilan teknis dan kecakapan praktis. Menyulam pendidikan di Nusa Lonatar bukanlah sebuah pekerjaan yang gampang. Butuh perjuangan dan kerja keras demi mencapai keberhasilan yang maksimal.
Kehadiran Yayasan Indonesia Sejahtera (ISRA) Indonesia di bumi Nusa Lontar telah memberikan sumbangsih yang besar demi memajukan kualitas pendidikan yang ada di Kabupaten Rote Ndao. Dengan mendirikan sekolah berasrama dengan penyebaran siswa yang merata, persiapan sarana dan prasarana yang memadai serta persiapan SDM yang berkualitas menunjukkan tingkat kepedulian yang begitu tinggi dari anak bangsa yang ada dibawah naungan Yayasan ISRA Indonesia untuk kemajuan kualitas pendidikan di Rote. Sudah saatnya pendidikan di bumi nusa lointar mendapatkan perhatian yang sangat serius dari berbagai pihak. Akhirnya Saya mengakhiri tulisan singkat saya ini dengan sebuah kalimat sederhana yang saya kutip dari film Laskar Pelangi ““Hiduplah untuk memberi sebanyak-banyaknya, bukan untuk menerima sebanyak-banyaknya” Salam!!!